Hohohoho udah lama yachhhhhhhhh` ga tulis blog habis ga sempet mulu, hicksssssssss` banyak tugas-tugas kul sichhhhhhh` sekarang. =P Oh ya Happy Easter ya bagi yang merayakannya. GBu all. O ya belakangan ini juga sibuk ke Gereja mulu dari kamis ampe sekarang pergi terus. errr... sebenarnya ke Gereja bukan suatu kesibukan sih, ya tapi apa ya? er... ga tau deh bingung nechhhhhh` mo jelasinnya. ^o^
Hmm... mo tulis apa lagi ya? bingung lagi nechhhhhhhhhh` hicksssssssss. Ya dah lah tulis cerita aja yang ga tau dapet dai mana. Begini ceritanya...
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak.Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama.
Ia lalu mengambil segenggam teh, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya teh itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan."Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu."Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya.
Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam teh, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?"."Segar.", sahut tamunya.
"Apakah kamu merasakan teh di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam teh, tak lebih dan tak kurang.
Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan.
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu." Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan. "Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam teh" untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Hmm... boleh juga ceritanya, ya bagaimana pun kita sebagai manusia pasti tidak akan terlepas dari kesusahan ato kepahitan hidup, ya tergantung kita thuuuuuuuuuu` bagaimana menghadapinya dan bagaimana kita berpikir ke arah yang tepat untuk menyelesaikan segala masalah yg kita hadapi itu n ingat tidak semua masalah bisa diselesaikan diri sendiri loh, terkadang kita perlu seorang untuk mendampingi dalam menyelesaikan masalah kita. Begitulah uniknya hidup manusia yang saling membutuhkan dan tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa orang lain ^^. Ok sekian dulu deh. Zzz..........
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment